Kamis, 28 April 2016

AKHI, AKU INGIN HALAL BAGIMU! Part2 End

Posted By: Nadia Nanath - 4/28/2016 01:06:00 AM
Naskah terbaik ke10 lomba cerpen tema Cinta


Oleh: Ina Fatihatul Makiyyah
Terlintas dibenakku, aku ingin memberi pesan salam padanya, ingin lebih dekat denganya, tapi aku malu.
Aku malah nekat ingin mengirim sebuah tulisan, “ Akhi Attar, aku ingin halal bagimu.” Tapi tidak, aku tidak yakin dengan kirimanku ini, apa bisa dengan cara itu aku bisa mengenalnya. Kuurungkan niatku untuk mengenalnya dan mendekatinya. Terus bagaimana? Bagaimana aku bisa mengenalnya? Caranya gimana? Aku masih berfikir mencari jalan. Waktu telah menunjukanku akan artinya sabar dan menunggu. Tapi jika aku tak berkata maka aku kalah. Jika aku tak mengungkap aku mengalah. Rasa ini sudah tak tertahan lagi, aku ingin dia tahu bahwa aku ingin mencintainya saja, cukup mencintainya. Aku ingin dia bisa menjadi imamku, penyempurna diriku karena aku tahu bahwa dia bisa menjadi imamku dan keluarga kecilku kelak.
Sukses, terkirim!
Aku sudah mengirimkan kalimat itu, ya kalimat itu.
“Akhi Attar, aku ingin halal bagimu.” 
Karena aku tidak bisa menjadi Fatimah yang selalu menyembunyikan cintanya pada Ali, tidak. Aku tidak bisa. Walau beribu malu, tapi aku akan menerima konsekwensinya.
Masih terbayang akan seperti apa dia menjawab inboxku ini. Aku berkelana jauh menebak-nebak jawaban apa yang akan diberikan pada wanita yang telah lancang mengirim inbox seperti itu. Hufft
“Astagfirullahadziim…”
“Maksudnya apa? Maaf sebelumnya saya tak kenal ukhti.”
Atau,
“…?” (hanya titik tiga dan tanda tanya)
Atau,
“gaje kamu.” Ah tapi tidak tidak, tak mungkin dia berkata seperti itu.
Ah mungkin dia akan menjawab ini,
“Ukhti, maaf saya sudah mengkhitbah orang lain.” Argh jleb, sakit.
……
Aku segera menggeleng-geleng kepala, berusaha menyadarkan diri, lalu menghela nafas panjang yang sedari tadi sesak, dan akusukses membuatku sadar dari lamunan yang banyak menguras otakku hingga Akupusing sendiri. Akutelah berkenala jauh dalam bayang semu.
Satu hari, dua hari, tiga hari, tidak ada balasan sama sekali….
Dan di hari ke-4, ada tanda ceklis bahwa dia telah membaca pesan singkat dariku. Tapi tak ada balasan.

Tiap hari aku selalu membuka akun facebookku, bahkan tiap jam aku melihatnya, berusaha menebak-nebak dan mengharapkan balasan ‘iya’ dari lelaki itu.
Mugkin dia hanya menganggapnya lelucon saja. Aku ingin serius, tapi jika dipresentasikan kemungkinan yang ada mungkin hanya 98% dia mau nerima aku yang entah asal-asulnya tak ia ketahui, yang langsung mengatakan hal yang cukup lancang, tidak tidak….tapi ini sangat lancang.
Ah, ini menyiksaku. Antara menahan cinta dan menahan malu. Bagiku keduanya sangat beda tipis. Tapi jika tak ku panggil cinta, maka cinta bisa hilang dalam sekejap saja.
# # #
“Sofah, kamu tau gak dengan Ustadz Attar yang pesantrennya deket rumah kamu?”
“Aku gak tau Say, lelaki itu banyak. Aku enggak hapal nama-namanya toh.”
“Hmmm, kirain tau.”
“Eh, bentar. Maksudnya Ustadz Ahmad? Yang nama lengkapnya Muhammad Attar? Kalo itu sih aku tahu, Saida.”
“Nah iya, dia hehehe.”
“Ko kamu bisa kenal dengannya? Itu loh dia itu ustadz yang pernah ngisi ceramah waktu kita smp dulu, dia juga anaknya Bu Rodimah, guru Bahasa Arab kita pas kelas 3 SMP.”
“Oh, Ustadz yang kamu kagumi itu yah? Aku belum pernah ngeliat dia. Gimana orangnya? Apa dia baik?”
“Ih…dia baik banget! Terus denger-denger kata sodaraku temen Ustadz Attar, katanya dia  mau nikah di tahun besok saat dia pulang ke Indonesia.”
JLEB DOOORRR DAAARR….
Aku kaget mendengarnya, layaknya aku adalah seorang kekasihnya yang ditinggal pergi. Menyakitkan. Kusembunyikan wajah sedihku dengan senyum setuju pada Sofah. Aku pulang dengan membawa oleh-oleh satu hati yang berjuta sayatan luka.
Aku menahan malu saat kuingat kata-kata yang telah Aku kirimkan padanya, pantas saja dia enggan untuk membalasnya. Dan tak lama dari kejadian itu, dia membalas jawabanku dan aku patah hati.
Ah…Akubodoh sekali!
Emosiku tak tertahan, kubersujud di sajadah cintaku malam itu, bagaimana bisa aku sakit mengemis cinta pada makhluk yang tak bisa memberi cinta. Aku menyesal. Waktuku yang sempat kuisi dengan harapan-harapan tentangnya ternyata sebuah omong kosong saja, membuang waktuku saja.
Jika sudah begini, siapa yang harus kusalahkan? Apa kusalahkan Tuhan yang memberi cinta? Atau kusalahkan saja lelaki yang membuatku cinta? Ah…Yaa Tuhan, Akulah yang salah. Akuyang telah memilih jalan ini dan Akupula lah yang harus menanggung rasa sakit ini. Maafkan akuyang masih mengeja-eja setiap luka tentang cinta. Lukaku masih menganga.
# # #
Waktu membawaku ke jalan dewasa, dan aku masih mendambanya. Telah kulepaskan setiap duka yang masih tersimpan dalam dada, kutitipkan setiap rindu yang enggan menjelma.
Hanya isak tangisku kemarin meluapkan segala kerisauanku akan dirinya. Akan jodoh yang ditaqdirkan Tuhan.
Akumulai membuka jalan baru. Aku lulus kuliah, tepat di umurku yang ke-22 tahun, dimana saat SMA dulu aku pernah mendamba untuk menikah diusia muda setelah lulus kuliah.
# # #
“Saya ingin melamar putri Bapak, Saidatun Nafisah.”
“Darimana Anda tahu putri kami? Apakah Anda sudah sangat mengenalnya?”
“Iya, saya sudah mengenalnya, saya banyak tahu cerita tentangnya. Saya yakin, bahwa Allah telah menetapkan dan memantapkan keyakinan hati ini untuk memilih putri Bapak.”
            Saat itu aku sedang bersama Fatimah kecil, adikku. Terdengar suara Umi memanggilku dengan terburu-buru.
“Saida, ada lelaki tampan dan sholeh melamarmu.” Sambil tersenyum
Sekejap hati ini terus berdebar-debar, bertanya-tanya. Siapa lelaki itu? Apa Akumengenalnya? Kenapa dia melamarku?
“Saida sayangggg…!” seketika itu juga lamunanku buyar.
“Ah Umi aku kaget tau. Mi, memangnya siapa dia?”
“Kamu lihat saja yuk, Abi menyuruh umi untuk menyusulmu, Saida.”
Langkahku semakin menyatu, aku dan Umi beranjak menuju ruang tamu. Setiap langkah kaki yang kutuju, di sana pula ada harapan yang telah menganga berharap terselesaikannya teka-teki cinta.
Dag…dig…dug….
Dag…dig…dug…
Aku mengikuti Umi dari belakang.
Mataku langsung tertuju pada sosok lelaki yang sedang duduk berhadapan dengan Abi. Lelaki yang memiliki janggut tipis dan berbaju putih. Wajahnya menenangkan. Kakiku seolah lumpuh, langkahku terhent, saat itu pula aku berbalik arah membelakangi pintu.
Yaa Allah……!!!
Entah darimana datangnya, entah darimana asalnya. Sosok lelaki yang telah kulepaskan dalam hari-hariku yang penuh harap datang tanpa disangka dan dinyana, ia membawakubunga cinta. Membawa keindahan yang melanglang dan mencakra buana membawaku ke langit ketujuh hingga aku merasa wanita yang sangat beruntung mendapatkan dirinya.
Aku menetaskan air mata itu lagi. Lagi-lagi air mata, tapi ini beda, air mata bahagia!
Bagaimana bisa? Tak ada daya dan upaya selain kehendak-NYA.
“Mana Saida, Mi?” abi bertanya pada Umi
“Tadi dia bersama Umi. Saidaaaa ?” Umi berbalik arah dan menyusulku.
Umi menemukanku disudut pintu, lalu ia menghampiriku yang sedang terisak.
“Kenapa? Apa Saida tidak suka dengan dia? Kalau Saaida tidak suka Umi dan Abi enggak akan memaksa Saida.”
“Tidak Umi.”Aku langsung memeluk Umi, setengah senyum dan menangis bahagia karena lelaki yang datang itu, Muhammad Attar.[]


Oleh: Nadia Nanath - 4/28/2016 01:06:00 AM WIB

2 komentar:

Copyright © 2012-2017 All Rights Reserved

Theme by Templatezy | Modified by Dudi Dahmanto