Selasa, 06 Juni 2017

ECONOMIC VALUE OF RAMADHAN

Posted By: GMT - 6/06/2017 05:12:00 PM

Ramadhan dihati Ramadhan dinanti, walau kadang mengiris hati karena harga- harga melambung tinggi tak terkendali, bukan sulap bukan sihir itulah fenomena Ramadhan selalu terjadi inflasi mulai dari faktor harga terasi hingga daging sapi.
Ramadhan adalah bulan mulia penuh berkah bagi umat Islam di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia. Kehadirannya selalu menarik perhatian semua kalangan untuk mendapat keberkahannya diantaranya adalah para pelaku bisnis. Mulai dari pebisnis kelas kakap sampai para pebisnis dadakan semuanya mengambil bagian dalam perputaran bisnis di bulan Ramadhan.
Romadhanomic merupakan istilah yang dilontarkan oleh salah satu dosen saya saat masih kuliah, adalah sebuah fenomena anomali ekonomi Ramadhan di Indonesia yang terjadi setiap tahunnya dimana Umat Islam dibatasi waktu untuk makan dan minum akan tetapi di sisi lain harga- harga sembako melambung tinggi bahkan sampai tak terkendali, seperti yang terjadi pada ramadhan tahun ini dimana harga daging sapi pada 1 pekan terakhir menjelang ramadhan sudah mencapai angka 120 rb per kilo. Sementara daging ayam yang awalnya 28 rb menjadi 32 rb per kilo, kemudian diikuti oleh harga beras yang juga ikut naik dan harga- harga lainnya. Kenapa setiap menjelang Ramadhan harga kebutuhan pokok selalu mengalami kenaikan?. Ada beberapa asumsi untuk menjawab pertanyaan tersebut. Yang pertama barang menjadi langka. kedua, adanya para spekulan yang mendistorsi pasar ketiga, tingkat konsumsi meningkat sehingga menaikan angka penawaran pasar. Sehingga pertanyaan berikutnya adalah kenapa konsumsi bisa meningkat di bulan Ramadhan?.
Laju inflasi di bulan Ramadhan berkisar antara 0.8% sampai 0.9%. Kenaikan harga yang diikuti laju inflasi ini, setiap tahunnya selalu menjadi bahan analisis pemerintah dan para pakar untuk merumuskan berbagai program alternative dengan maksud mampu menghentikan permasalahan harga- harga kebutuhan pokok, walaupun sampai saat ini belum ada presiden di Indonesia yang mampu mengendalikan harga menjelang Ramadhan, saat Ramadhan dan setelah Ramadhan (Idul Fitri).
Kelangkaan barang dalam ilmu ekonomi bisa terjadi karena adanya bencana alam, permintaan yang meningkat drastis atau karena adanya distorsi pasar seperti penimbunan yang dilakukan oleh spekulan. Namun dalam beberapa kasus yang terjadi di Indonesia pada saat Ramadhan adalah adanya ulah para spekulan yang sangat merugikan masyarakat terutama masyarakat kelas menengah kebawah dimana para spekulan menimbun barang menjadi langka, setelah itu menaikkan harga setinggi mungkin sehingga efeknya harga melambung tinggi bahkan jauh tak terkendali hal ini sudah menjadi penyakit kambuhan di dalam roda ekonomi Indonesia. Apalagi untuk penjualan beras dan daging sapi yang selalu dikuasai oleh para pedagang besar. Upaya perlawanan pemerintah terhadap spekulan yang diwakili tiga Menterinya, yaitu Menteri Pertanian, Menteri Bumn dan Menteri Perdagangan tenyata masih kewalahan. Pemerintah belum berhasil mencabut akar permasalahan ini ditambah lagi permasalahan oknum importir yang ada dalam pemerintahan. Impor daging yang dilakukan bulog tak mampu meredam harga. Begitu juga harga beras, operasi pasar yang dilakuakn diberbagai tempat hanya berdampak di daerah setempat.
Karena besarnya keuntungan yang didapat membuat tenaga pemerintah terurai atau bahkan lemah sendiri karena banyaknya benalu yang tumbuh di tubuh pemerintah itu sendiri, akhirnya hargapun tak mampu dikendalikan. Perlu diingat pula terjadinya spekulasi harga karena adanya harapan harga naik dari pihak produsen dan pedagang. Sementara di sisi lain konsumen berharap dapat membeli berapapun harga kebutuhan pokok yang naik. Harapan dari para produsen dan konsumenlah yang akan menimbulkan terjadinya spekulasi harga.
Permintaan yang begitu besar dari masyarakatpun mampu menaikan harga barang yang diminta. Begitulah rumus dari hukum permintaan, Permintaan naik maka hargapun akan ikut naik. Jika dilihat pada system yang diterapkan dalam Islam puasa hanya boleh makan setelah maghrib sampai sebelum shubuh atau dua kali waktu makan yaitu saat berbuka dan saat sahur artinya sesuatu yang dikonsumsi masyarakat terbatas waktu dan kebutuhan konsumsi umat Islam akan berkurang sehingga berpengaruh terhadap permintaan yang ikut berkurang juga. Akan tetapi pada faktanya tingkat konsumsi masyarakat meningkat, keinginan untuk berbelanja lebih dari biasanya dan dalam jumlah yang massif akan berpengaruh pada tingkat harga yang ikut naik. Maka dari itu sudah seyogianya masyarakat madani yang mengerti akan makna dari puasa yaitu al- Imsak (menahan), salah satunya adalah menahan diri dari berbelanja yang didasarkan pada nafsu dan juga menahan diri dari sifat isrof (berlebihan) jika semua ini dilakukan maka harga- harga dipasar akan terkendali, tetap stabil dan tidak memancing para spekulan untuk berbuat curang.
Tingkat pendapatan & konsumsi memang tidak pernah lepas dari indikator kemiskinan. Dua hal ini berlaku linier. Orang yang memiliki pendapatan lebih akan dengan mudah untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Sementara bagi mereka yang hidupnya pas-pasan (kelompok menengah kebawah) sangat rentan terhadap segala bentuk kenaikan harga. Ironisnya sebagian besar umat Islam di Indonesia berada dalam kelompok kelas menengah kebawah. Sehingga kenaikan sekecil apapun akan sangat terasa memberatkan bagi umat Islam.
Selanjutnya diakhir saya sangat setuju dengan pernyatan Direktur Indostrategic Economic Intelegenc. Anif P. Utomo ”..Ada dua cara untuk melawan para mafia pangan secara simultan. Pertama dilakukan lewat upaya hokum pidana maupun perdata. Kedua, membanjiri pasar dengan bahan pangan, termasuk lewat operasi pasar di banyak lokasi. Dari sisi masyarakat, pengendalian diri dalam berkonsumsi perlu terus dingatkan. Berbuka puasa bukan arena balas dendam. Tetaplah berkonsumsi seperti biasa agar permntaan bahan pangan tidak melejit sehingga tidak ada alas an kenaikan harga karena keterbatasan stok..”
Jika masyarakat mampu menahan diri dan pemerintah dapat menjalankan tugasnya dengan baik maka harga pangan yang murah dan terjangkau di bulan Ramadhan bukan sesuatu yang mustahil.
Penulis

Abdullah Agus

Oleh: GMT - 6/06/2017 05:12:00 PM WIB

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2012-2017 All Rights Reserved

Theme by Templatezy | Modified by Dudi Dahmanto