Ramadhan dihati Ramadhan dinanti, walau kadang mengiris hati karena harga- harga melambung tinggi tak terkendali, bukan sulap bukan sihir itulah fenomena Ramadhan selalu terjadi inflasi mulai dari faktor harga terasi hingga daging sapi.
Ramadhan
adalah bulan mulia penuh berkah bagi umat Islam di seluruh dunia, tak
terkecuali di Indonesia. Kehadirannya selalu menarik perhatian semua kalangan
untuk mendapat keberkahannya diantaranya adalah para pelaku bisnis. Mulai dari
pebisnis kelas kakap sampai para pebisnis dadakan semuanya mengambil bagian
dalam perputaran bisnis di bulan Ramadhan.
Romadhanomic
merupakan istilah yang dilontarkan oleh salah satu dosen saya saat masih kuliah,
adalah sebuah fenomena anomali ekonomi Ramadhan di Indonesia yang terjadi
setiap tahunnya dimana Umat Islam dibatasi waktu untuk makan dan minum akan
tetapi di sisi lain harga- harga sembako melambung tinggi bahkan sampai tak
terkendali, seperti yang terjadi pada ramadhan tahun ini dimana harga daging
sapi pada 1 pekan terakhir menjelang ramadhan sudah mencapai angka 120 rb per
kilo. Sementara daging ayam yang awalnya 28 rb menjadi 32 rb per kilo, kemudian
diikuti oleh harga beras yang juga ikut naik dan harga- harga lainnya. Kenapa
setiap menjelang Ramadhan harga kebutuhan pokok selalu mengalami kenaikan?. Ada
beberapa asumsi untuk menjawab pertanyaan tersebut. Yang pertama barang menjadi langka. kedua,
adanya para spekulan yang mendistorsi pasar ketiga,
tingkat konsumsi meningkat sehingga menaikan angka penawaran pasar. Sehingga pertanyaan
berikutnya adalah kenapa konsumsi bisa meningkat di bulan Ramadhan?.
Laju
inflasi di bulan Ramadhan berkisar antara 0.8% sampai 0.9%. Kenaikan harga yang
diikuti laju inflasi ini, setiap tahunnya selalu menjadi bahan analisis
pemerintah dan para pakar untuk merumuskan berbagai program alternative dengan
maksud mampu menghentikan permasalahan harga- harga kebutuhan pokok, walaupun
sampai saat ini belum ada presiden di Indonesia yang mampu mengendalikan harga
menjelang Ramadhan, saat Ramadhan dan setelah Ramadhan (Idul Fitri).
Kelangkaan
barang dalam ilmu ekonomi bisa terjadi karena adanya bencana alam, permintaan
yang meningkat drastis atau karena adanya distorsi pasar seperti penimbunan
yang dilakukan oleh spekulan. Namun dalam beberapa kasus yang terjadi di
Indonesia pada saat Ramadhan adalah adanya ulah para spekulan yang sangat
merugikan masyarakat terutama masyarakat kelas menengah kebawah dimana para
spekulan menimbun barang menjadi langka, setelah itu menaikkan harga setinggi
mungkin sehingga efeknya harga melambung tinggi bahkan jauh tak terkendali hal
ini sudah menjadi penyakit kambuhan di dalam roda ekonomi Indonesia. Apalagi
untuk penjualan beras dan daging sapi yang selalu dikuasai oleh para pedagang
besar. Upaya perlawanan pemerintah terhadap spekulan yang diwakili tiga
Menterinya, yaitu Menteri Pertanian, Menteri Bumn dan Menteri Perdagangan
tenyata masih kewalahan. Pemerintah belum berhasil mencabut akar permasalahan
ini ditambah lagi permasalahan oknum importir yang ada dalam pemerintahan.
Impor daging yang dilakukan bulog tak mampu meredam harga. Begitu juga harga
beras, operasi pasar yang dilakuakn diberbagai tempat hanya berdampak di daerah
setempat.
Karena
besarnya keuntungan yang didapat membuat tenaga pemerintah terurai atau bahkan
lemah sendiri karena banyaknya benalu yang tumbuh di tubuh pemerintah itu
sendiri, akhirnya hargapun tak mampu dikendalikan. Perlu diingat pula
terjadinya spekulasi harga karena adanya harapan harga naik dari pihak produsen
dan pedagang. Sementara di sisi lain konsumen berharap dapat membeli berapapun
harga kebutuhan pokok yang naik. Harapan dari para produsen dan konsumenlah
yang akan menimbulkan terjadinya spekulasi harga.
Permintaan
yang begitu besar dari masyarakatpun mampu menaikan harga barang yang diminta. Begitulah
rumus dari hukum permintaan, Permintaan naik maka hargapun akan ikut naik. Jika
dilihat pada system yang diterapkan dalam Islam puasa hanya boleh makan setelah
maghrib sampai sebelum shubuh atau dua kali waktu makan yaitu saat berbuka dan
saat sahur artinya sesuatu yang dikonsumsi masyarakat terbatas waktu dan kebutuhan
konsumsi umat Islam akan berkurang sehingga berpengaruh terhadap permintaan
yang ikut berkurang juga. Akan tetapi pada faktanya tingkat konsumsi masyarakat
meningkat, keinginan untuk berbelanja lebih dari biasanya dan dalam jumlah yang
massif akan berpengaruh pada tingkat harga yang ikut naik. Maka dari itu sudah
seyogianya masyarakat madani yang mengerti akan makna dari puasa yaitu al-
Imsak (menahan), salah satunya adalah menahan diri dari berbelanja yang
didasarkan pada nafsu dan juga menahan diri dari sifat isrof (berlebihan) jika
semua ini dilakukan maka harga- harga dipasar akan terkendali, tetap stabil dan
tidak memancing para spekulan untuk berbuat curang.
Tingkat
pendapatan & konsumsi memang tidak pernah lepas dari indikator kemiskinan.
Dua hal ini berlaku linier. Orang yang memiliki pendapatan lebih akan dengan
mudah untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Sementara bagi mereka yang
hidupnya pas-pasan (kelompok menengah kebawah) sangat rentan terhadap segala
bentuk kenaikan harga. Ironisnya sebagian besar umat Islam di Indonesia berada
dalam kelompok kelas menengah kebawah. Sehingga kenaikan sekecil apapun akan
sangat terasa memberatkan bagi umat Islam.
Selanjutnya
diakhir saya sangat setuju dengan pernyatan Direktur Indostrategic Economic Intelegenc. Anif P. Utomo ”..Ada dua cara untuk melawan para
mafia pangan secara simultan. Pertama
dilakukan lewat upaya hokum pidana maupun perdata. Kedua, membanjiri pasar dengan bahan pangan, termasuk lewat operasi
pasar di banyak lokasi. Dari sisi masyarakat, pengendalian diri dalam
berkonsumsi perlu terus dingatkan. Berbuka puasa bukan arena balas dendam.
Tetaplah berkonsumsi seperti biasa agar permntaan bahan pangan tidak melejit
sehingga tidak ada alas an kenaikan harga karena keterbatasan stok..”
Jika
masyarakat mampu menahan diri dan pemerintah dapat menjalankan tugasnya dengan
baik maka harga pangan yang murah dan terjangkau di bulan Ramadhan bukan
sesuatu yang mustahil.
Penulis
Abdullah Agus
SOSIALKAN >>